Bagian pengadaan barang dan jasa memegang peranan penting dalam menjaga kelancaran operasional sebuah perusahaan.
Tidak hanya bertugas membeli barang, tim ini juga berperan dalam mengatur proses pengadaan secara efisien, transparan, dan sesuai anggaran.
Namun dalam praktiknya, tim procurement kerap dihadapkan dengan berbagai tantangan yang bisa menghambat produktivitas dan bahkan menimbulkan kerugian.
Berikut ini adalah lima masalah umum yang sering terjadi di bagian pengadaan barang dan jasa, lengkap dengan solusi yang dapat diterapkan secara realistis.
Baca Juga: Peran Sistem Supply Chain dalam Menurunkan Biaya Operasional Perusahaan
1. Kurangnya Perencanaan dan Forecasting yang Akurat

Banyak perusahaan masih menjalankan proses pengadaan secara reaktif. Barang baru dibeli saat sudah habis atau ketika kebutuhan mendesak muncul.
Akibatnya, perusahaan harus melakukan pembelian dalam waktu terbatas tanpa riset harga atau vendor yang tepat, sehingga berpotensi memicu pemborosan anggaran.
Untuk mengatasi hal ini, perusahaan perlu mulai membuat perencanaan kebutuhan barang dan jasa secara berkala, baik setiap bulan maupun kuartal.
Perencanaan ini harus melibatkan tiap divisi agar permintaan yang masuk lebih terukur dan sesuai prioritas.
Selain itu, penting juga untuk memanfaatkan data historis pengadaan sebagai dasar forecasting.
Penggunaan software atau aplikasi pengadaan juga dapat membantu perusahaan memantau stok, memberikan pengingat saat persediaan menipis, dan menyederhanakan proses perencanaan ke depan.
2. Approval yang Lambat dan Terlalu Banyak Tahapan
Salah satu keluhan yang sering muncul di bagian pengadaan adalah lamanya proses approval.
Sebuah permintaan pembelian bisa tertahan berhari-hari hanya karena belum ditandatangani oleh atasan atau harus melewati beberapa lapisan birokrasi.
Hal ini tentu menghambat alur pengadaan dan berdampak langsung pada operasional.
Solusi yang bisa dilakukan adalah menyederhanakan struktur approval berdasarkan nilai transaksi.
Misalnya, untuk pembelian dengan nominal kecil, cukup disetujui oleh kepala divisi, sementara pembelian besar bisa dilanjutkan ke manajemen.
Selain itu, perusahaan sangat disarankan mulai menggunakan aplikasi pengadaan yang sudah memiliki fitur approval digital.
Dengan sistem ini, proses persetujuan bisa dilakukan hanya lewat satu klik, bahkan dari perangkat seluler. Hal ini tak hanya mempercepat proses, tetapi juga memastikan semua pengajuan tercatat dengan rapi.
Baca Juga: Solusi Procurement: Rahasia di Balik Proses Tender yang Cepat dan Transparan
3. Minimnya Evaluasi Vendor Secara Berkala

Banyak perusahaan tetap menggunakan vendor yang sama selama bertahun-tahun tanpa mengevaluasi kembali performa mereka.
Padahal, vendor yang dulunya cepat dan andal bisa saja mengalami penurunan kualitas atau menaikkan harga secara sepihak. Tanpa evaluasi berkala, perusahaan rentan menggunakan jasa vendor yang tidak lagi efisien atau kompetitif.
Oleh karena itu, bagian pengadaan perlu membuat sistem evaluasi vendor yang dilakukan minimal setiap enam bulan sekali.
Penilaian bisa mencakup ketepatan waktu pengiriman, kualitas barang, harga, serta komunikasi dan layanan purnajual. Evaluasi ini sebaiknya terdokumentasi dengan jelas dan dijadikan referensi sebelum melakukan kerja sama ulang. Dengan cara ini, perusahaan memiliki kontrol yang lebih baik terhadap kualitas vendor yang digunakan dan bisa secara aktif mencari mitra baru bila dibutuhkan.
Baca Juga: Masa Depan Procurement Indonesia: Dari E-Catalog ke AI Procurement
4. Kurangnya Transparansi dan Dokumentasi
Dalam banyak kasus, dokumen pengadaan seperti permintaan pembelian, purchase order, atau bukti penerimaan barang seringkali tercecer atau tidak tersimpan dengan baik.
Hal ini membuka celah terjadinya duplikasi pembelian, salah bayar, bahkan potensi fraud karena tidak adanya jejak transaksi yang jelas.
Solusinya adalah membangun sistem dokumentasi digital yang terpusat dan mudah diakses oleh pihak terkait.
Setiap langkah pengadaan, mulai dari pengajuan hingga pembayaran, harus tercatat dan dapat dilacak kembali.
Menggunakan aplikasi pengadaan barang dan jasa dengan fitur audit trail akan sangat membantu dalam hal ini.
Selain memudahkan proses pelacakan, sistem ini juga membuat perusahaan lebih siap jika harus menjalani audit atau pemeriksaan dari pihak eksternal.
Baca Juga: Procurement Industri Kreatif: Gimana Mulainya? Tipsnya di Sini!
5. Tidak Terintegrasi dengan Bagian Keuangan

Salah satu penyebab pemborosan dalam pengadaan adalah kurangnya koordinasi antara bagian pengadaan dengan tim keuangan.
Ketika pembelian dilakukan tanpa mempertimbangkan sisa anggaran yang tersedia, perusahaan bisa dengan mudah melewati batas pengeluaran yang telah ditetapkan.
Untuk mengatasi masalah ini, penting bagi perusahaan untuk membangun integrasi antara sistem pengadaan dan sistem keuangan atau akuntansi.
Dengan begitu, setiap permintaan pembelian bisa langsung dicek terhadap anggaran yang tersisa.
Selain itu, komunikasi rutin antara bagian pengadaan barang dan jasa dengan divisi keuangan perlu dijadwalkan secara berkala untuk memastikan data yang digunakan selalu akurat dan diperbarui.
Dengan sistem yang terintegrasi, pengeluaran perusahaan menjadi lebih terkendali dan transparan.
Berbagai tantangan di atas menunjukkan bahwa pekerjaan bagian pengadaan barang dan jasa tidak bisa dianggap sepele.
Justru, bagian ini memiliki dampak besar terhadap efisiensi, efektivitas, dan stabilitas finansial perusahaan.
Dengan memahami masalah-masalah umum yang sering muncul serta menerapkan solusi yang tepat, perusahaan dapat memperbaiki alur pengadaan, memperkuat kerja sama lintas divisi, dan meminimalkan risiko pemborosan.
Transformasi digital dan manajemen pengadaan yang lebih strategis bukan lagi pilihan, tapi kebutuhan agar perusahaan tetap kompetitif dan berkelanjutan.
Referensi:
- https://www.cips.org/knowledge/procurement-topics-and-skills/strategy-policy/common-procurement-challenges/
- https://www.gartner.com/en/articles/top-priorities-for-procurement-leaders-in-2024
- https://spendmatters.com/
