Mengapa Procurement Etis Penting?

procurement etis

Source: Mary Pahlke from Pixabay

Procurement etis adalah praktik menyeimbangkan laba atas investasi atau return on investment (ROI) terhadap dampak potensial barang dan jasa pada rantai pasokan, reputasi, dan jejak sosiopolitik atau lingkungan.

Pada dasarnya, tujuan utama menjalankan bisnis adalah menghasilkan keuntungan. Namun, dengan perkembangan jaman dan teknologi, setiap keputusan bisnis memiliki konsekuensi. Maka, tidaklah mengejutkan jika procurement etis kini menjadi pertimbangan perusahaan yang mencari ROI.

Nilai procurement etis terletak pada keuntungan berwujud (tangible) dan tidak berwujud (intangible) bagi perusahaan.

Untuk memastikan perusahaan memaksimalkan keduanya, penting untuk memahami apa itu procurement yang etis dan bagaimana Anda bisa menjadikannya bagian dari praktik terbaik Anda dalam proses procurement.

Baca juga: Perbedaan Direct Procurement dan Indirect Procurement

Pentingnya Procurement yang Etis

pentingnya procurement etis

Source: Gerd Altmann from Pixabay

Procurement yang etis akan menjadi keadaan standar untuk bisnis dari semua ukuran dan jenis; melakukan hal yang benar untuk perusahaan dan hal yang benar untuk masyarakat tempat perusahaan beroperasi akan sama. Etis adalah adil dan konsisten dengan nilai-nilai yang diperjuangkan.

Tetapi, seperti yang diketahui oleh para profesional procurement, bahkan kode etik yang paling kokohpun berat untuk diuji jika dikaitkan dengan konflik kepentingan, hak asasi manusia, pekerja anak, dan perilaku tidak etis lainnya.

Bagi perusahaan, pertanyaan tentang procurement yang etis bermuara pada supply chain management dikombinasikan dengan kewajiban, harapan, hukum, moral, dan masyarakat. Kewajiban dan harapan dalam hal ini adalah kontekstual, karena masyarakat memiliki pandangan yang berbeda tentang pentingnya keuntungan pribadi dalam kemitraan dengan keuntungan perusahaan, atau definisi istilah seperti korupsi.

Namun, terlepas dari lokasi, procurement yang etis selalu membutuhkan pemahaman tentang tanggung jawab sosial perusahaan selain dari tanggung jawab hukumnya — dan pendekatan cerdas untuk menghilangkan praktik tidak etis dari kegiatan procurement-nya. Skandal penyuapan akan menghasilkan denda yang besar, misalnya, tetapi kerusakan yang berkelanjutan pada reputasi perusahaan dapat membuat entitas kehilangan kepercayaan dari basis pelanggannya.

Kepercayaan merupakan inti procurement etis. Kehilangan itu tidak hanya merusak hubungan pelanggan dan persepsi publik, tetapi juga hubungan supplier dan kegiatan itu sendiri. Sebuah perusahaan yang dikenal dengan perilaku tidak etis akan mengalami kesulitan menarik calon supplier baru, atau mendapatkan insentif, diskon, dan dukungan pelanggan ekstra dari yang sudah ada.

Perusahaan pada hakikatnya berada di bawah pengawasan ekstra dari pemerintah dan lembaga keuangan. Perusahaan yang menggunakan supplier yang mengabaikan hukum, menggunakan pekerja anak, mengabaikan hak asasi manusia, atau melanggar mandat kepatuhan lingkungan dapat kehilangan kesempatan menjalankan bisnis dari pemerintah. Selain itu, jika publik mendapati praktik perusahaan salah, bukan tidak mungkin perusahaan juga akan diboikot oleh publik.

Baca Juga: 7 Langkah dalam Proses Procurement

Tantangan Procurement Etis

tantangan procurement etis

Source: Startup Stock Photos from Pexels

Untuk tim procurement, mengidentifikasi jenis masalah etika yang mungkin dihadapi perusahaan adalah langkah pertama dalam mengembangkan standar etika bagi praktik bisnis yang lebih baik. Modern supply chain bersifat global dan kompleks, yang jika semakin dikelola dengan bantuan otomatisasi dan artificial intelligence atau kecerdasan buatan, dapat berpotensi melanggar etika.

Berikut contohnya:

  • Suap: Praktik ini sudah lama berkembang untuk memperlancar proses kebutuhan perusahaan. Pertimbangan beberapa petinggi saat evaluasi supplier atau negosiasi kontrak menjadi praktik suap yang sering dilakoni.
  • Paksaan atau intimidasi: Ketika suap dalam bentuk uang atau barang tidak diindahkan, bukan tidak mungkin paksaan hingga ancaman akan dilakukan. Hal ini biasanya dilakukan setelah proses negosiasi berupa suap tidak berjalan.
  • Pemerasan: Pemerasan dalam hal ini adalah permintaan uang sebagai imbalan untuk pertimbangan atau mencegah terpaparnya korupsi lainnya. Hal ini dapat terjadi bersamaan dengan paksaan dan perilaku tidak etis lainnya, termasuk ancaman kekerasan.
  • Nepotisme: Memberikan keuntungan atau preferensi kepada supplier yang merupakan keluarga atau teman.
  • Praktek supply chain ilegal: Membeli produk (secara sadar atau tidak sadar) yang diproduksi melalui cara ilegal atau tidak bermoral. Meliputi barang-barang curian dan barang-barang yang diproduksi menggunakan pekerja anak, pelanggaran hak asasi manusia, dan produksi yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan, serta barang-barang palsu.
  • Influence peddling: Praktek pemberian kontrak kepada supplier tertentu dengan imbalan diskon, insentif khusus, atau kompensasi lain oleh pihak yang menerima kontrak.

Pelanggaran ini dapat terjadi pada setiap tahap dalam fungsi procurement, di kedua sisi rantai supply chain, dan bahkan dapat meluas ke level petinggi perusahaan jika dibiarkan tidak terkendali. Korporasi gagal seperti Enron, Worldcom, dan lainnya adalah contoh kasus kuat terkait harga mahal yang harus dibayar bagi perilaku korporasi tidak etis, baik untuk para pelaku maupun jiwa orang yang tak terhitung nilainya.

Menerapkan Praktek Procurement yang Etis

Menerapkan Praktek Procurement yang Etis

Source: Peggy und Marco Lachmann-Anke from Pixabay

Kode etik bisa menjadi sangat kompleks atau mungkin sederhana, tergantung caranya menjabarkan kode etik dan komitmen perusahaan terhadap kepatuhan secara sosial, lingkungan, dan hukum etika procurement.

Kode etik terbaik adalah kode etik yang mengurangi risiko kehilangan dan mendukung tujuan bisnis sembari memaksimalkan kepatuhan perusahaan terhadap tuntutan sosial dan hukum. Korporasi dapat mengembangkan proses procurement yang etis dengan mengikuti beberapa praktik dasar sebagai berikut:

1. Mengevaluasi masalah etika potensial dalam supply chain

Mulailah dengan meninjau kembali supply chain, baik langsung maupun tidak langsung, untuk mengidentifikasi paparan risiko yang diciptakan oleh praktik ilegal dan tidak etis. Jangan mengabaikan praktik pendukung di luar bisnis supplier inti.

Supplier yang mungkin menurut perusahaan bersih mungkin saja menggunakan praktik ketenagakerjaan ilegal dalam merekrut staf pendukung dan petugas kebersihan, misalnya, atau mendukung pelanggaran hak asasi manusia dalam pembelian bahan atau barang dari pihak ketiga yang melanggar undang-undang pekerja anak.

2. Meninjau tim procurement dan praktik etika yang ada

Audit tim internal perusahaan untuk menghindari praktik ilegal seperti nepotisme antara staf, dan vendor yang akan membantu Anda mengidentifikasi dan menghilangkan konflik kepentingan dan pelanggaran lain terhadap kebijakan procurement dan standar etika korporasi.

3. Prioritas dan perampingan

Setelah Anda mengevaluasi fungsi chain and procurement, perusahaan bisa mengidentifikasi masalah manajemen pasokan spesifik dan praktik internal yang mengarah pada pelanggaran etika dengan memprioritaskan hal mulai dari yang paling berbahaya dan mahal.

Selain itu, memperkenalkan otomatisasi dan artificial intelligence atau kecerdasan buatan untuk alur kerja perusahaan melalui penerapan sistem procure to pay berbasis cloud juga dapat membantu. Alur kerja otomatis dengan kontingensi bawaan dan pencocokan tiga arah, dikombinasikan dengan manajemen supply chain terintegrasi serta intelligent data management, menciptakan lingkungan yang meminimalisasi pencurian, suap, hingga penipuan.

4. Mengembangkan dan menerapkan strategi procurement yang etis

Agar standar etika berhasil, perusahaan memerlukan dukungan dari kebijakan etika tertulis yang diformalkan dan secara jelas serta lengkap menjelaskan kewajiban dan harapan yang dibebankan pada staf, supplier, dan manajemen senior.

Idealnya, strategi procurement yang etis akan mencakup:

  1. Bahasa yang jelas dan tepat.
  2. Ketersediaan online dan offline.
  3. Pelatihan awal untuk semua staf tim procurement serta organisasi secara keseluruhan, dengan penyegaran yang dijadwalkan sesuai kebutuhan.
  4. Informasi tentang sumber daya yang tersedia untuk klarifikasi lebih lanjut, dukungan untuk masalah etika yang dicurigai, dan lain-lain.
  5. Panduan eksplisit jika diperlukan, misalnya nilai uang maksimum untuk hadiah, prosedur yang diterapkan untuk menghindari tumpang tindih tanggung jawab staf yang tidak semestinya, batasan hubungan keluarga atau sosial antara pembeli dan supplier, dll.
  6. Konteks tambahan untuk masalah manajemen rantai pasokan seperti sumber berkelanjutan, batasan atau larangan supplier dan bahan dari daerah tertentu, serta kebijakan hak asasi manusia, keuangan, atau masalah hukum lainnya yang dapat memengaruhi kelayakan supplier tertentu untuk mengajukan kontrak.
  7. Dukungan penuh dari manajemen senior dan dukungan vokal yang antusias untuk semua standar etika.
  8. Terdapat mekanisme untuk memastikan seringnya dilakukan peninjauan dan penyempurnaan semisal dalam hal perubahan undang-undang oleh pemerintah, perubahan dalam dukungan publik untuk masalah tertentu, dan lain lain.

Baca Juga: Apa Peran Procurement Analyst?

Procurement Etis adalah Kunci ROI yang Bertanggung Jawab

Procurement Etis adalah Kunci ROI yang Bertanggung Jawab

Source: Gerd Altmann from Pixabay

Terkadang, melakukan hal yang benarpun dapat menyulitkan perusahaan seperti halnya bagi individu. Tetapi, dengan menerapkan procurement yang etis, perusahaan dapat melindungi dan meningkatkan laba, citra publik, dan produktivitas sembari mengejar keuntungan dan inovasi ditambah dengan melindungi diri dari risiko, biaya, dan skandal yang tidak perlu.

Tentang ProcurA

ProcurA sebagai penyedia solusi e-procurement juga bisa menjadi pilihan Anda dalam mengelola strategi perusahaan. Anda juga dapat menggunakan software e-procurement dengan mengunjungi situs kami di sini. Sukses!

Sumber:

  • https://www.purchasecontrol.com/blog/ethical-procurement/
  • https://www.procurement-academy.com/ethics-procurement/
  • https://www.logisticsbureau.com/ethics-in-procurement-simple-but-not-always-easy/